Bidadari Kecilmu
Rumah
sederhana bercat putih itu masih sama dengan ingatan terakhirku. Hanya saja
taman yang dulu ditumbuhi oleh berbagai bunga dan pohon rindang kini menjadi
lebih kotor. Dedaunan cokelat yang kering terlihat menumpuk dan menutupi rumput
hijau di sekitar pepohonan rindang itu.
Tak ada lagi bunga mawar ataupun anggrek yang telah kutanam dan kurawat dengan
sepenuh hati beberapa tahun silam kini tergantikan oleh rumput – rumput liar
disertai duri yang mulai memagari rumah itu. Rasanya sedih menatap perubahan
taman rumah itu.
Kakiku
terasa mati rasa ketika menatap rumah itu. Semua emosi terasa mengalir di
darahku. Kenangan yang indah dan sedih semakin berkeliaran liar di otakku,
memaksa aku untuk melangkahkan kaki menuju teras rumah bercat putih itu.
Aku telah berada di depan pintu
rumah itu. Ku masukkan benda
kecil yang akan membuka pintu itu dan menarik kenopnya. Pintu tua itu berdecit
keras tanda lama tak pernah dibuka lagi. Ku langkahkan kakiku memasuki ruang
tamu yang kini telah dipenuhi berbagai debu. Aku hanya terpaku sebentar dan
melanjutkan langkahku menuju kamar dari rumah itu. Tiba – tiba langkahku
dihentikan oleh suatu wajah yang begitu ku rindukan. Wajah yang telah pergi
bertahun – tahun silam yang membuatku tak bernah kembali lagi ke tempat ini. Ke
tempat di mana semua kenangan akan satu – satunya orang yang kucintai.
“Kakek,” aku
menghembuskan nafas berat kepada pigura foto itu.
“Malaikat
kecilmu telah datang Kakek. Tidakkah dirimu ingin memelukku ?” Tangisku pun
pecah seakan duniaku kembali runtuh. Aku hilang tanpamu, Kakek.
Hembusan angin yang entah dari
mana terasa menghangat disela – sela tangisanku seolah – olah menghangatkan
hati malaikat kecil yang kembali pulang.
“AKu tahu itu kau, Kakek. AKu
merindukanmu”
-Selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar