Jumat, 10 Januari 2020

Cerpen


Book Store

                Pemandangan rak – rak buku tinggi bukanlah suatu hal yang lazim bagi seorang Nata. Karena hidupnya selalu berputar pada buku dan buku adalah tempat dimana dunianya berjalan tanpa ada yang perlu mengganggunya. Dan disinilah Nata, di sebuah bookstore yang tak begitu besar dengan pengunjung yang tak banyak pula, malahan terlihat sepi. Mungkin karena di daerahnya hampir semua orang lebih menyukai berada di tengah diskon pakaian dibandingkan di tengah tumpukan lembar – lembaran yang memiliki ribuan hal – hal menakjubkan. Mungkin hanya Nara yang berpikir seperti itu.
                   
                  Mata Nata kembali menyusuri setiap rak – rak buku itu sambil memperhatikan judul buku yang mungkin sesuai dengan minatnya. Kini tubuh mungil itu menghentikan pergerakannya, lalu mengedarkan pandangan pada novel – novel metropop dan teenlit di hadapannya.

            “In A blue Moon,” Raut wajah Nata menampakkan rasa pias kekecewaan ketika melihat sebuah novel berlatar kafe berwarna biru karya seorang penulis megabestseller Indonesia, Ilana Tan. Lalu Nata kembali bergumam dan memandangi dompet berwarna pinknya,”Andaikan aku tahu novel ini telah di publish, pastinya aku akan menyisihkan uang sakuku untuk ini. Tapi sayangnya aku punya setumpuk draft buku yang ingin aku beli. Tampaknya novel ini harus menunggu di draft akhirku. Mungkin bulan depan aku bisa memilikinya.” Nata kembali menatap kecewa isi dompet pinknya lalu beralih menatap tas yang telah berisi tumpukan buku tebal dengan harga yang lumayan bagi seorang siswa seperti dirinya.
            
              Walaupun merasa tak beruntung karena uang sakunya tak lagi mencukupi membeli novel impiannya itu, Nata tetap merasa bersyukur karena ia mendapati ada novel yang segel luarnya telah dilepaskan dan itu berarti berkah baginya.”Yes, membaca gratis,” Wajah Nata yang tadinya terlihat begitu pias dikarenakan kekecewaan yang mendalam kini berubah 180o menjadi wajah malaikat yang berbinar – binar. Dengan senyum yang masih terpatri di wajahnya, ia berlahan membuka cover novel itu dan membaui aroma khas kertas yang begitu ia sukai dan mulailah ia menenggelamkan dirinya dalam dunia semu itu dibalut dengan kata – kata indah yang membangkitkan bakat imajinasinya. Tak jarang wajah Nata berubah menjadi sedih, kecewa dan berbagai emosi yang kembali bermain pada wajah polos yang tengah beranjak dewasa itu.
            
                Langkah ringan disertai bayangan seseorang yang tidak semungil dirinya terlihat mendekati dirinya sehingga Nata merasa terganggu dengan langkah statis disertai derap – derap sandal yang terdengar seperti langkah seorang laki – laki. Tapi Nata sama sekali tak ambil pusing, ia kembali menekuni lembaran putih yang sedikit berwarna cokelat itu hendak memulai kembali dunia semu yang tercipta tadinya.
            
              Namun Nata kembali terganggu dengan bayangan tinggi didepan rak buku tempatnya berdiri sekarang. Bayangan yang sebenarnya seorang laki – laki itu tampak mencari sesuatu di tengah buku bercocok tanam. Nata pun mengangkat kepalanya dengan sedikit kesal dari buku itu. Dan dengan sentakan ditutupnya buku itu dan dikembalikan bersama rekan – rekannya. Nata tak lagi berselera membaca ketika mendengar pria itu menggumamkan sesuatu.
            
             Pandangan Nata kini beralih kepada sosok laki – laki yang cukup tinggi karena masih terlihat setelah dihalangi rak buku yang berukuran medium yang membatasi mereka. “Seperti Film India saja aku dengan posisi seperti ini dengan laki – laki itu,” pikir  Nata sambil menggelenggkan kepalanya tanda merasa geli dengan pikirannya sendiri. Namun mata Nata masih menatap laki – laki itu. Entah mengapa desiran – desiran aneh melengkupi jantung Nata ketika memandang intens kepada sosok dihadapannya. Laki – laki itu pun mengangkat kepalanya dari buku yang sedang ia baca karena merasa diperhatikan. Namun dengan liciknya Nata berpura – pura membaca buku yang bertemakan IT yang sama sekali bukan minat Nata walaupun Ia tak gaptek juga.
           
         Merasa jengah dengan acting bodohnya, Nata menyusuri kembali rak dihadapannya hendak mencari kalau – kalau laki – laki itu masih berdiri di sana. Dan Nara tak mendapati apapun, semuanya hanya buku tanpa sesosok laki – laki yang membuat Nata penasaran.
            
           “Sudahlah , buat apa dipikirkan. Mungkin Cuma kesambet jadi aku merasa ada desiran aneh,” Pikir Nata lalu melangkah ke area rak buku yang lebih luas dibandingkan tadi. Namun ia berhenti sejenak dan mendapati sebuah sandal dan tubuh yang sama seolah berhenti didekatnya, memandang sesuatu. Dia orangnya. Tapi Nata merasa bahwa kepalanya begitu berat untuk ditegakkan sehingga ia hanya menunduk sambil sesekali melirik tubuh laki – laki yang lumayan tinggi itu dan kembali berpura – pura memandangi buku – buku.

            Setelah merasa cukup berdiri di tempatnya, laki – laki itupun berjalan melewatinya dan menuju rak yang berdiri tegak di samping rak yang tengah dipandangi Nata.

            Nata pun kembali mencari draft bukunya dan setelah usia berkeliling bookstore ia pun berjalan ke kasir hendak membayar seluruh belanjaannya. Namun kali ini mata Nata bertemu dengan tatapan laki – laki itu ketika ia hendak menatap seorang anak kecil. Mata hitam itu seakan menyiratkan sesuatu kepada Nata. Merasa malu telah tertangkap menatap orang asing, Nata segera melarikan padangannya kepaada sang pramuniaga yang tengah berdiri di dekat laki – laki itu.

“Tatapannya aneh sekaligus menghangatkan ?,” Nata bergeridik ngeri sambil tersenyum misterius yang ia tahu didepatinya dari novel – novel misteri koleksinya.

            “Tatapannya begitu menghangatkan. Aku punya feeling kamu akan sering bertemu dengannya nanti,” ucap seorang gadis yang serupa denganku yang tak lain ada adalah diriku sendiri.
-Selesai-

            Ditulis: Kamis, 2 Juli 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar