Book Store
Pemandangan rak – rak buku tinggi bukanlah suatu hal
yang lazim bagi seorang Nata. Karena hidupnya selalu berputar pada buku dan
buku adalah tempat dimana dunianya berjalan tanpa ada yang perlu mengganggunya.
Dan disinilah Nata, di sebuah bookstore yang tak begitu besar dengan pengunjung
yang tak banyak pula, malahan terlihat sepi. Mungkin karena di daerahnya hampir
semua orang lebih menyukai berada di tengah diskon pakaian dibandingkan di tengah
tumpukan lembar – lembaran yang memiliki ribuan hal – hal menakjubkan. Mungkin
hanya Nara yang berpikir seperti itu.
Mata
Nata kembali menyusuri setiap rak – rak buku itu sambil memperhatikan judul
buku yang mungkin sesuai dengan minatnya. Kini tubuh mungil itu menghentikan
pergerakannya, lalu mengedarkan pandangan pada novel – novel metropop dan
teenlit di hadapannya.
“In
A blue Moon,” Raut wajah Nata menampakkan rasa
pias kekecewaan ketika melihat sebuah novel berlatar kafe berwarna biru karya
seorang penulis megabestseller Indonesia, Ilana Tan. Lalu Nata kembali bergumam
dan memandangi dompet berwarna pinknya,”Andaikan aku tahu novel ini telah di
publish, pastinya aku akan menyisihkan uang sakuku untuk ini. Tapi sayangnya
aku punya setumpuk draft buku yang ingin aku beli. Tampaknya novel ini harus
menunggu di draft akhirku. Mungkin bulan depan aku bisa memilikinya.” Nata
kembali menatap kecewa isi dompet pinknya lalu beralih menatap tas yang telah
berisi tumpukan buku tebal dengan harga yang lumayan bagi seorang siswa seperti
dirinya.
Walaupun
merasa tak beruntung karena uang sakunya tak lagi mencukupi membeli novel
impiannya itu, Nata tetap merasa bersyukur karena ia mendapati ada novel yang
segel luarnya telah dilepaskan dan itu berarti berkah baginya.”Yes, membaca gratis,”
Wajah Nata yang tadinya terlihat begitu pias dikarenakan kekecewaan yang
mendalam kini berubah 180o menjadi wajah malaikat yang berbinar –
binar. Dengan senyum yang masih terpatri di wajahnya, ia berlahan membuka cover
novel itu dan membaui aroma khas kertas yang begitu ia sukai dan mulailah ia
menenggelamkan dirinya dalam dunia semu itu dibalut dengan kata – kata indah
yang membangkitkan bakat imajinasinya. Tak jarang wajah Nata berubah menjadi
sedih, kecewa dan berbagai emosi yang kembali bermain pada wajah polos yang
tengah beranjak dewasa itu.
Langkah
ringan disertai bayangan seseorang yang tidak semungil dirinya terlihat mendekati
dirinya sehingga Nata merasa terganggu dengan langkah statis disertai derap –
derap sandal yang terdengar seperti langkah seorang laki – laki. Tapi Nata sama
sekali tak ambil pusing, ia kembali menekuni lembaran putih yang sedikit
berwarna cokelat itu hendak memulai kembali dunia semu yang tercipta tadinya.
Namun
Nata kembali terganggu dengan bayangan tinggi didepan rak buku tempatnya
berdiri sekarang. Bayangan yang sebenarnya seorang laki – laki itu tampak
mencari sesuatu di tengah buku bercocok tanam. Nata pun mengangkat kepalanya
dengan sedikit kesal dari buku itu. Dan dengan sentakan ditutupnya buku itu dan
dikembalikan bersama rekan – rekannya. Nata tak lagi berselera membaca ketika
mendengar pria itu menggumamkan sesuatu.
Pandangan
Nata kini beralih kepada sosok laki – laki yang cukup tinggi karena masih
terlihat setelah dihalangi rak buku yang berukuran medium yang membatasi
mereka. “Seperti Film India saja aku dengan posisi seperti ini dengan laki –
laki itu,” pikir Nata sambil
menggelenggkan kepalanya tanda merasa geli dengan pikirannya sendiri. Namun
mata Nata masih menatap laki – laki itu. Entah mengapa desiran – desiran aneh
melengkupi jantung Nata ketika memandang intens kepada sosok dihadapannya. Laki
– laki itu pun mengangkat kepalanya dari buku yang sedang ia baca karena merasa
diperhatikan. Namun dengan liciknya Nata berpura – pura membaca buku yang
bertemakan IT yang sama sekali bukan minat Nata walaupun Ia tak gaptek juga.
Merasa
jengah dengan acting bodohnya, Nata menyusuri kembali rak dihadapannya hendak
mencari kalau – kalau laki – laki itu masih berdiri di sana. Dan Nara tak
mendapati apapun, semuanya hanya buku tanpa sesosok laki – laki yang membuat
Nata penasaran.
“Sudahlah
, buat apa dipikirkan. Mungkin Cuma kesambet jadi aku merasa ada desiran aneh,”
Pikir Nata lalu melangkah ke area rak buku yang lebih
luas dibandingkan tadi. Namun ia berhenti sejenak dan mendapati sebuah sandal
dan tubuh yang sama seolah berhenti didekatnya, memandang sesuatu. Dia orangnya.
Tapi Nata merasa bahwa kepalanya begitu berat untuk ditegakkan sehingga ia
hanya menunduk sambil sesekali melirik tubuh laki – laki yang lumayan tinggi
itu dan kembali berpura – pura memandangi buku – buku.
Setelah merasa cukup berdiri di tempatnya, laki –
laki itupun berjalan melewatinya dan menuju rak yang berdiri tegak di samping
rak yang tengah dipandangi Nata.
Nata
pun kembali mencari draft bukunya dan setelah usia berkeliling bookstore ia pun
berjalan ke kasir hendak membayar seluruh belanjaannya. Namun kali ini mata
Nata bertemu dengan tatapan laki – laki itu ketika ia hendak menatap seorang
anak kecil. Mata hitam itu seakan menyiratkan sesuatu kepada Nata. Merasa malu
telah tertangkap menatap orang asing, Nata segera melarikan padangannya kepaada
sang pramuniaga yang tengah berdiri di dekat laki – laki itu.
“Tatapannya aneh sekaligus menghangatkan ?,” Nata bergeridik ngeri sambil tersenyum misterius
yang ia tahu didepatinya dari novel – novel misteri koleksinya.
“Tatapannya
begitu menghangatkan. Aku punya feeling kamu akan sering bertemu dengannya
nanti,” ucap seorang gadis yang serupa denganku yang tak lain ada adalah diriku
sendiri.
-Selesai-
Ditulis: Kamis, 2 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar